Kenali Segmentasi Media Sosial, Maksimalkan Penggunaannya

Pemasaran Media Sosial atau Social Media Marketing merupakan salah satu platform pemasaran yang sangat populer saat ini. Bagaimana tidak? Jumlah pengguna platform media sosial terus mengalami perkembangan setiap tahunnya. Dikutip dari Hootsuite, jumlah pengguna aktif media sosial di Indonesia saja sudah mencapai 160 juta pengguna atau mencapai 59% dari total jumlah penduduk di Indonesia.

Melihat data tersebut, tak heran kalau brand sangat aktif menggunakan media sosial. Platform media sosial dapat membantu brand untuk terhubung dengan audiens untuk meningkatkan brand awareness, traffic ke website atau marketplace, hingga meningkatkan penjualan produk mereka.

Pengguna Platform Media Sosial
Jumlah pengguna dari masing-masing platform media sosial (Sumber: HootSuite)

Saat ini ada 5 platform media sosial yang memiliki pengguna terbanyak, yakni Youtube, Facebook, Instagram, Twitter, dan LinkedIn. Apakah kelima platform tersebut harus digunakan oleh brand? Tentu tidak. Sebelum menggunakan platform tersebut, PowerPeople perlu mengetahui dulu pengguna dari masing-masing platform dan tentukan mana yang paling cocok untuk brand-mu.

5 Platform Media Sosial

Youtube

Youtube memang menjadi platform yang paling banyak digunakan saat ini dengan 88% dari total pengguna internet di Indonesia menggunakan pengguna Youtube. Audiens platform ini didominasi oleh generasi millennials, atau mereka yang lahir di tahun 1980-2000an.

Platform yang satu ini bisa dimanfaatkan oleh brand untuk meningkatkan brand awareness mereka. Konten-konten seperti review produk, iklan, hingga mini series kerap dimanfaatkan oleh brand untuk memperkenalkan produk mereka melalui media sosial yang satu ini.

Facebook

Media sosial yang sempat menjadi platform paling populer di dunia ini memiliki pengguna aktif bulanan mencapai lebih dari 2,7 miliar. Hadir sejak tahun 2004, pengguna Facebook didominasi oleh pengguna yang berada di generasi X dan millenials.

Berbagai fitur di platform ini sering dimanfaatkan oleh brand untuk meningkatkan brand awareness, seperti fanpage dan paid ads. Berada di segmen business to customer (B2C), kini Facebook juga telah mengembangkan fitur marketplace yang memungkinkan brand untuk langsung menjual produknya di Facebook.

Instagram

69,2 juta pengguna aktif Instagram di Indonesia menjadikan media sosial yang satu ini menjadi platform yang sangat menjanjikan untuk brand. Saat ini, Instagram bisa dikatakan sebagai platform utama yang dipakai brand untuk membangun brand awareness mereka.

Brand bisa membagikan foto-foto produk mereka atau me-repost konten dari audiens yang mayoritas merupakan generasi millenials. Interaksi antara brand dan pelanggan mereka ini menjadikan Instagram sebagai platform yang memiliki tingkat engagement tinggi.

Untuk mengakomodir brand dalam memasarkan produknya ke customer, Instagram juga telah menghadirkan fitur Instagram Shoping. Fitur ini memungkinkan customer untuk langsung melakukan pembelian langsung dari postingan di Instagram.

Twitter

Meskipun saat ini tidak sepopuler platform yang disebutkan sebelumnya, Twitter masih memiliki banyak pengguna setia. Berbentuk platform microblogging berbasi minat, dimana pengguna dan brand saling terhubung dan berinteraksi satu sama lain.

Tingkat interaksi yang tinggi di Twitter membuat brand kerap memanfaatkan Twitter untuk menghadirkan fitur pelayanan pelanggan. Dimana brand akan merespon komplain atau pertanyaan-pertanyaan dari pelanggan mereka secara langsung.

LinkedIn

LinkedIn merupakan platform media sosial yang memiliki konsep berbeda dibanding yang lain. Dimana sebagian besar penggunanya adalah profesional yang memiliki latar belakang bisnis. Media sosial yang satu ini kerap digunakan oleh penggunanya untuk mencari pekerjaan.

Meski begitu, LinkedIn sebenarnya tak hanya platform untuk mencari kerja lho. Brand dapat memanfaatkan media sosial yang satu ini untuk Business to Business (B2B) marketing atau B2B relationship.

Setelah mengenal platform-platform media sosial di atas, apakah PowerPeople sudah bisa menentukan akan menggunakan yang mana saja? Now it's time for you to transform your business and brand in the digital world(PCA/Fahri)


Multi-Channel, Cross-Channel, Omni-Channel, Apa Bedanya?

Customer experience menjadi salah satu aspek terpenting dalam mencapai kesuksesan dalam berbisnis. Aspek tersebut mampu meningkatkan loyalitas pelanggan dan mengembangkan bisnisnya.

Forbes, majalah bisnis asal Amerika Serikat bahkan menyebutkan bahwa customer experience bisa membangun sebuah perusahaan atau menghancurkannya. Dengan kata lain, customer experience telah menjadi faktor penentu dalam kesuksesan dan keberlangsungan brand atau bisnis PowerPeople.

Seiring dengan perkembangan teknologi digital saat ini, customer kini memiliki pilihan ribuan skenario berbelanja online yang berbeda. Brand tidak punya pilihan selain berusaha untuk meningkatkan pengalaman berbelanja customer lewat strategi lintas saluran.

Berbicara soal strategi lintas saluran, ada 3 istilah yang saat ini menjadi representasi strategi tersebut. Multi-channel, cross-channel, dan omni-channel. Ketiga saluran ini menjadi elemen strategis bagi brand untuk meningkatkan pengalaman pelanggan. Tapi apasih yang membedakan ketiga saluran ini?

"Multi-channel itu ketika anda berjualan di dua atau lebih channel seperti online melalui marketplace dan channel offline. Sementara cross-channel hampir sama tetapi sudah ada interaksi satu channel dengan yang lain. Sedangkan omni-channel ini sudah mengintegrasikan seluruh channel, seperti web-commerce, marketplace, social media, reseller, hingga channel offline." jelas CEO PowerCommerce.Asia, Hadi Kuncoro.

Multi-Channel

Multi-channel adalah strategi pemasaran dimana brand menggunakan dua atau lebih channel penjualan untuk memasarkan produknya. Melalui strategi ini, customer dapat melakukan aktivitas pembelian dari channel-channel yang dimiliki brand, seperti belanja secara online di marketplace atau langsung ke toko offline.

Kekurangan yang dimiliki oleh multi-channel ada pada interaksi antar channel yang dimiliki. Dimana setiap channel yang dimiliki ini tidak terkoneksi satu sama lain atau bisa dibilang berjalan sendiri-sendiri.

Cross-Channel

Strategi cross-channel sebenarnya hampir mirip dengan strategi multi-channel, dimana ada dua atau lebih channel penjualan yang digunakan oleh brand. Perbedaannya, channel-channel ini sudah memiliki interaksi satu sama lain, walaupun masih belum terintegrasi secara real-time.

Sebagai contoh, sebuah brand menjalankan campaign penjualan di marketplace yang dimiliki. Kemudian, brand tersebut mulai memanfaatkan media sosial untuk melakukan promosi terhadap campaign yang dijalankan. Customer pun bisa mengetahui campaign tersebut melalui media sosial, lalu segera menuju marketplace untuk berbelanja produk brand tersebut.

Omni-Channel

Omni-Channel merupakan level selanjutnya dari strategi lintas saluran yang bisa digunakan oleh brand. Strategi ini telah mengintegrasikan seluruh channel penjualan yang dimiliki oleh brand. Mulai dari toko offline, marketplace, website, reseller platform, hingga media sosial.

Strategi omni-channel menghadirkan seamless experience kepada customer sehingga tak ada lagi barrier di antara channel penjualan yang dimiliki. Ketika customer sedang berbelanja di toko dan size produk dimiliki tak tersedia, dia bisa langsung mengecek secara online di toko mana produk tersebut tersedia. Lokasi toko terlalu jauh? Customer cukup tunggu di rumah dan menunggu produk tersebut dikirimkan.

Pengalaman seperti ini yang dihadirkan oleh PowerCommerce.Asia sebagai pioneer omni-channel di Indonesia. Makin penasaran mengenai bagaimana penerapan omni-channel dan mengubah bisnis atau brand-mu siap di era digital?

Jangan lewatkan pembahasan lebih lengkap tentang topik ini hanya di Diskusi Solusi untuk UKM Bersama CEO PowerCommerce.Asia, Hadi Kuncoro pada program Smart E-Commerce talks pada hari Senin 26 Oktober 2020 jam 7 malam broadcasting live on SMART FM Radio. Saksikan siaran LIVE di sini! [PCA/Fahri]


Membangun Rumah Ekonomi Indonesia Melalui UKM

Tak hanya sektor kesehatan, pandemi Covid-19 membawa banyak sekali dampak pada sektor ekonomi Indonesia. Dampak yang dialami pada sektor ekonomi ini juga berpengaruh kepada para UKM yang menjadi 99,9% pelaku usaha di Indonesia.

"Di masa Covid-19 ini, para pelaku UKM ini memiliki permasalahan mulai dari masalah produksi hingga ke pemasaran. Berbagai upaya telah dilakukan oleh para UKM agar bisa terus bertahan, mulai dari pengurangan jam kerja, hingga pengurangan tenaga kerja," buka Prof.Dr.Rully Indrawan, MSi. , Sekretaris Kementerian KUKM RI pada Webinar 'Membangun Rumah Ekonomi Indonesia'.

Meskipun dihantui oleh berbagai macam permasalahan dan ancaman, pandemi COVID-19 ini merupakan momentum untuk membangun ekonomi Indonesia. Dimana kelak krisis seberat apapun tidak akan bisa menggoyahkan perekonomian Indonesia. Perkembangan sektor ekonomi tidak bisa dilepas dari Usaha Kecil Menengah (UKM). Mengapa demikian? Karena hampir 60% dari PDB Indonesia didominasi oleh sektor ini.

Pengamat ekonomi, Aviliani, menyatakan ancaman resesi yang saat ini akan dihadapi oleh Indonesia sebenarnya bukan sesuatu yang perlu ditakutkan oleh para pelaku UKM. "Resesi harus dilihat sebagai peluang, entrepreneur harus memiliki prinsip bahwa ditengah ancaman itu ada sebuah peluang yang harus mampu dimanfaatkan," ujar Aviliani.

Ekonomi Indonesia
Webinar Membangun Rumah Ekonomi Indonesia yang diselenggarakan melalui platform Zoom (Sumber: Zoom)

UKM Sebagai Tulang Punggung Ekonomi Indonesia

Saat ini, permasalahan yang kerapkali dihadapi oleh UKM Indonesia adalah ketidakpercayaan diri dalam bersaing, termasuk dengan produk-produk impor. Padahal, menurut Sandiaga Uno, UKM sebagai tulang punggung ekonomi Indonesia tidak perlu khawatir karena kekuatan sumber daya manusia di Indonesia sangatlah luar biasa. Justru momen pandemi ini harus jadi start awal untuk membangun UKM lewat fasilitas-fasilitas yang tersedia, termasuk digitalisasi.

Hal senada juga diungkapkan oleh Chief Executive Officer PowerCommerce.Asia, Hadi Kuncoro. Menurut beliau, UKM Indonesia memiliki pertumbuhan yang luar biasa. Hal ini ditandai dengan pertambahan hingga 3 juta seller di marketplace. Dimana UKM telah mampu beradaptasi dan memanfaatkan teknologi.

"Di situasi pandemi ini, UKM Indonesia jadi tulang punggung dan memiliki fleksibilitas untuk membangun bisnisnya. Situasi work from home ini juga telah menjadi akselerator dimana banyak orang yang lebih fokus dalam mengembangkan bisnisnya selama berada di rumah," jelas Hadi Kuncoro.

PowerCommerce.Asia sebagai e-commerce omni-channel and supply chain management telah membangun sebuah ekosistem yang menjadi UKM agregator, yakni Halal Plaza. Sebagai UKM agregator, Halal Plaza mencoba menghadirkan berbagai macam solusi untuk UKM, mulai dari pembinaan hingga proses digitalisasi.

Saat ini sudah ada ratusan UKM yang bergabung bersama Halal Plaza. Tak hanya menembus pasar online melalui marketplace-marketplace yang ada di Indonesia, Halal Plaza juga telah membuka jalan bagi para UKM untuk ekspor lewat Qoo10 Singapore.

Oleh karena itu, UKM Indonesia jelas memiliki potensi yang tak akan pernah putus meskipun berada di masa pandemi. Adaptasi menjadi satu faktor yang harus ditekankan agar UKM bisa tetap bertahan dan menjadi tulang punggung untuk membangun rumah ekonomi Indonesia.

PowerPeople merupakan UKM yang memiliki produk sendiri? Halal Plaza membuka kesempatan untuk para UKM yang ingin menembus e-commerce. Segera daftarkan usaha Anda untuk bergabung bersama Halal Plaza.


e-commerce perubahan ritel

E-Commerce dan Perubahan Ritel di Indonesia

Landscape industri ritel saat ini telah bertransformasi dengan sangat cepat dalam beberapa tahun ke belakang. Beberapa faktor memang menjadi pendorong utama perubahan ritel saat ini. Mulai dari perkembangan teknologi, model bisnis baru, hingga perubahan perilaku konsumen saat ini.

Satu hal yang pasti, Industri ritel memang akan selalu tumbuh dikarenakan ritel memang memiliki peran sangat strategis bagi perekonomian Indonesia. Karena itu transformasi atau perubahan di industri ritel ini terus berlangsung, termasuk di masa-masa pandemi COVID-19 seperti saat ini.

Bisa kita lihat, bisnis yang dapat beradaptasi dengan realitas COVID-19 akan ‘berjalan’ dengan begitu cepat. Namun tak demikian dengan mereka yang tak bisa beradaptasi dan melihat peluang di balik pandemi ini. Dikutip dari fastcompany.com, beberapa pemain di industri ritel telah mendapat pukulan keras, dengan setidaknya 26 brand harus gulung tikar tahun ini.

Terlepas dari kondisi tersebut, ada banyak yang berhasil bertahan dengan yang menggabungkan platform online dan offline dengan cara yang kreatif. Salah satunya dengan memanfaatkan e-commerce.

E-Commerce dan Perubahan Ritel

Proses adaptasi inilah yang perlu dipahami oleh perusahaan ataupun brand yang ingin terus bertahan. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat, per April 2020 ini penjualan produk di media sosial dan e-commerce melonjak hingga 400%. Berkaca pada data tersebut, e-commerce kini telah menjadi pilihan utama oleh konsumen saat ini, termasuk dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Perubahan inilah yang perlu diperhatikan oleh para pemain di industri ritel. Agar mereka dapat terus bertahan di era disrupsi ini, pemain-pemain di industri ritel offline harus bersiap untuk beradaptasi dan bertransformasi mengikuti perubahan ritel saat ini. Salah satunya dengan memanfaatkan e-commerce namun tetap menghadirkan pengalaman seperti berbelanja offline.

Bagaimana caranya?

"Pertama-tama yang harus kita sadari, perilaku customer sudah berubah saat ini, semua berbasis mobile. Sehingga yang tadinya yang berbisnis konvensional offline retail harus sudah memahami perubahan tersebut dan mengikuti perubahan tersebut. Kita harus mulai berubah dalam berbisnis. Ikuti perkembangan dan perilaku behavior customernya. Ini adalah keputusan Anda, mau berubah atau menjadi punah," ucap Hadi Kuncoro selaku CEO PowerCommerce.Asia.

Simak pembahasan lebih lengkap tentang topik ini hanya di Diskusi Solusi untuk UKM Bersama CEO PowerCommerce.Asia, Hadi Kuncoro pada program Smart E-Commerce talks pada hari Senin 12 Oktober 2020 jam 7 malam broadcasting live on SMART FM Radio. Saksikan siaran LIVE di sini! [PCA/Fahri]

 


Launching pinnaclehouse.id - Powered by PowerCommerce.Asia

Bisnis makanan merupakan salah satu bisnis yang sangat populer saat ini. Makanan yang merupakan kebutuhan kita sehari-hari, membuat omset yang dihasilkan juga sangat menggiurkan. Namun, tetap saja, modal menjadi salah satu hal yang kerap dijadikan pertimbangan ketika ingin memulai sebuah bisnis.

Apakah kita bisa memulai bisnis tanpa modal? Pinnacle House Indonesia sebagai food and beverages shop and central kitchen mewujudkan hal tersebut melalui virtual reseller platform yang baru saja diluncurkan.

Sebagai salah satu Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang berasal dari kota Yogyakarta, Pinnacle House Indonesia terus beradaptasi dengan perkembangan teknologi digital saat ini. Berkolaborasi dengan PowerCommerce.Asia sebagai pioneer e-commerce omni-channel & supply chain solution and services, Pinnacle House Indonesia sukses menghadirkan platform web e-commerce (web-commerce) dan juga virtual reseller platform.

Teknologi omni-channel ini merupakan teknologi pertama yang mengintegrasikan channel penjualan online dan offline. Bisa di implementasikan pada B2C dan B2B, serta reseller commerce bagi para UKM. Tentunya platform yang terbangun akan sangat membantu perkembangan UKM-UKM terutama yang bergerak bidang Kuliner.

Asep Karya, selaku Pemilik dan Chef Pinnacle House Indonesia menyampaikan: “Kami dari Pinnacle House Indonesia akan selalu berinovasi. Tak hanya dalam menghadirkan produk-produk baru yang inovatif. Tetapi, juga bertransformasi mengikuti perkembangan teknologi digital, seperti web-commerce dan reseller platform ini”

Bisnis Makanan bersama Pinnacle House Indonesia

Kehadiran kedua platform ini diharapkan tidak hanya mampu memudahkan konsumen dalam membeli produk dari Pinnacle House Indonesia. Namun juga memberikan kesempatan pada pelanggan setia untuk memulai bisnis makanan dengan menjual produk Pinnacle House Indonesia. Seperti Strudel, Bomboloni Donuts, hingga Kopi sebagai official virtual reseller.

Ririn Rekyan selaku Owner Pinnacle House Indonesia menjelaskan: “Pinnacle House Indonesia ingin mengajak Anda semua untuk memperoleh penghasilan tambahan dengan cara yang kekinian, yakni dengan Virtual Reseller Platform. Anda bisa menghasilkan penghasilan tambahan, tanpa harus mengeluarkan modal dan tanpa perlu ribet.”

Untuk mendaftar jadi Reseller Pinnacle House Indonesia, Anda cukup membuka website pinnaclehouse.id, lalu mengisi form pendaftaran yang ada disana. Selanjutnya, Anda akan dibuatkan website toko sendiri. Toko tersebut bisa Anda personalisasi tampilannya. Mulai dari banner toko, logo toko, hingga produk-produk apa saja yang ingin Anda jual di toko tersebut.

Selain itu, Anda tak perlu pusing memikirkan proses pengiriman produk karena akan di-handle langsung oleh Pinnacle House Indonesia. Pengiriman produk akan dilakukan dari Hub-Hub terdekat dari lokasi konsumen. Jadi konsumen tak perlu khawatir menunggu lama dan produk akan diterima dalam kondisi fresh.

Dalam rangka Launching Event ini, Pinnacle House Indonesia menawarkan komisi bisnis makanan hingga 15% per produk yang terjual oleh para Virtual Reseller. Tak hanya itu, Reseller yang mampu menghasilkan komisi tertinggi pada periode 26 September 2020 hingga 26 Desember 2020 ini akan mendapatkan reward berupa Logam Mulia.

Informasi lebih lanjut mengenai Pinnacle House Indonesia bisa Anda temukan di Instagram atau langsung ke website. [PCA/Fahri]


bisnis e-commerce

Cara Membangun Bisnis E-commerce di Era Pandemi

Wabah virus Corona telah mengganggu hampir semua sektor bisnis di Indonesia. Namun,juga berdampak positif pada sektor bisnis e-commerce. Mengapa begitu? Karena wabah Covid-19 telah menciptakan kebiasaan baru dalam berbelanja online, sebuah survei menunjukkan.

Perusahaan konsultan manajemen Redseer melalui sebuah survei baru-baru ini telah menunjukkan bahwa lintasan pertumbuhan bisnis e-commerce di Indonesia akan tetap positif. Dengan perkiraan pertumbuhan tahun-ke-tahun sebesar 50 persen mencapai US $ 35 miliar tahun ini dari $ 23 miliar pada 2019.

Laporan e-Conomy SEA 2019 oleh Google, Temasek dan Bain & Company bahkan memperkirakan bahwa ekonomi internet Indonesia berada di jalur yang tepat untuk melewati angka $ 130 miliar pada tahun 2025.

Bagaimana bisnis e-commerce dapat memanfaatkan tren saat ini dan berkembang? Apakah bisa terus bergerak maju melampaui situs dan aplikasi saja? Pengusaha dan pemimpin bisnis melihat situasi ini sebagai peluang untuk berubah menjadi "bisnis seperti biasa" yang baru, dan mereka harus mempertimbangkan tindakan segera iuntuk memenangkan apa yang telah mereka bangun.

Pemilik bisnis menghadapi tantangan karena penguncian dan penurunan ekonomi yang sangat bersejarah saat ini. Namun, pandemi menawarkan kesempatan untuk menemukan saluran baru untuk menjual produk, dan untuk mengeksplorasi cara-cara kreatif untuk menjangkau pemirsa. Jika Anda punya barang bagus, Anda akan mendapatkan pembeli. Kemudian, muncul pertanyaan, cara yang mudah dan efektif seperti apa yang bisa dilakukan untuk membangun bisnis e-commerce di era pandemi ini?

Membangun Bisnis E-commerce

Tetap terhubung dengan pelanggan Anda. Bisakah bisnis e-commerce memenangkan pertarungan akuisisi dan retensi pelanggan? Krisis ini mengubah prioritas dan perilaku konsumen, dan ini kemungkinan besar akan tetap menjadi kebiasaan baru setelah pandemi berakhir.

Bisnis e-commerce yang gesit merespons dengan kenyamanan, keragaman produk, dan transparansi. Memastikan mereka terlibat dengan pelanggan di mana pun mereka berada untuk membangun pertumbuhan bisnis, memperkuat loyalitas pelanggan, dan menembus kategori dan wilayah baru. Dengan cara yang sama Covid-19 akan meninggalkan bekas luka emosional yang abadi, itu juga akan menciptakan ikatan emosional yang langgeng lama setelah pandemi berlalu.

Ingin tahu selengkapnya? Jangan lewatkan, Senin 28 September 2020 jam 7 malam broadcasting live PowerCommerce.Asia x SMART FM Radio present Smart E-Commerce talks. Diskusi Solusi untuk UKM Bersama CEO PowerCommerce.Asia, Hadi Kuncoro. Saksikan siaran LIVE di sini[PCA/Nastri]


Pertumbuhan E-Commerce, Inovasi, dan Investasi

Pertumbuhan e-commerce di Indonesia terus menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Data sensus dari Badan Pusat Statistik menyebut industri e-commerce Indonesia dalam 10 tahun terakhir telah mengalami peningkatan hingga 17%.

Tak heran industri e-commerce di Indonesia terus menghadirkan kolaborasi dan inovasi baru. Inovasi-inovasi yang hadir juga mencakup segala aspek, baik dari segi infrastruktur, teknologi, hingga logistik. Seperti yang dilakukan oleh PowerCommerce.Asia as a pioneer of omni-channel tech solution and services.

“PowerCommerce.Asia dengan omni-channel solution telah mengintegrasikan berbagai channel, mulai dari online and offline, B2C and B2B, hingga on-demand marketplace.” terang Chief Executive Officer PowerCommerce.Asia pada event webinar GAIN Connex Dialogue yang diselenggarakan melalui platform zoom pada Selasa (15/9) lalu.

pertumbuhan e-commerce
Webinar "Overview of Indonesia's eCommerce Market, Innovations and Investment Landscape" (Sumber: Zoom Meetings)

Sebagai salah satu e-commerce enabler di Indonesia, PowerCommerce juga terus berinovasi dengan merambah channel-channel e-commerce lain. Selain channel marketplace yang umum digunakan oleh masyarakat, Powercommerce.Asia juga berkutat di website commerce, social commerce, hingga virtual reseller commerce.

Desentralisasi Logistik

Terlepas dari tingginya pertumbuhan e-commerce serta perubahan pola belanja masyarakat yang memberikan dampak signifikan, ada beberapa sektor pendukung lain yang sebenarnya masih perlu mendapat perhatian lebih.

Menurut Hadi Kuncoro, saat ini ada 2 faktor yang mempengaruhi orang berbelanja online, yakni diskon produk dan logistic delivery cost. Khusus untuk faktor terakhir, permasalahan ini terjadi karena saat ini fokus pengiriman di pasar e-commerce masih terpusat dari kota-kota besar.

Dampaknya, konsumen-konsumen di daerah masih belum bisa mendapatkan pengalaman berbelanja yang sama dengan konsumen di kota-kota besar, terutama dari segi biaya ongkos kirim yang lebih mahal.

“Kami mencoba untuk menghadirkan decentralisation of fulfilment untuk menjadi solusi atas permasalahan ini. Jadi ketika orang berbelanja online, pesanan akan dikirimkan dari hub terdekat,” tambah Hadi Kuncoro.

Konsep desentralisasi logistik ini akan sangat pas diterapkan di Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lain. Hal ini dikarenakan landscape wilayah yang berupa kepulauan kerap menjadi hambatan dalam menghadirkan layanan logistik yang murah serta efisien.

Investasi di Industri E-Commerce

Pada webinar yang mengambil topik “Overview of Indonesia's eCommerce Market, Innovations and Investment Landscape” ini, pertumbuhan e-commerce juga telah membuat industri ini menjadi ladang yang menjanjikan untuk investasi. Donald Wihardja selalu Chief Executive Officer dari MDI Ventures mengungkapkan bahwa industri e-commerce menjadi salah satu industri target investor.

“Kami telah berinvestasi di industri e-commerce dan juga e-commerce supporting logistic. MDI Ventures as a venture capital selalu fokus untuk berkolaborasi, kami berinvestasi untuk berkolaborasi dan bersinergi,” jelas Donald Wihardja.

PowerCommerce.Asia sebagai pioneer omni-channel di Indonesia juga membuka peluang untuk brand mauapun pelaku-pelaku bisnis di sektor terkait yang ingin berkolaborasi untuk menjadi bagian dari perjalanan e-commerce Indonesia. (PCA/Fahri)

 


Special Corporate Deals Imboost

Tetap Fokus bersama Imboost Special Corporate Deals

Tetap Fokus Berkerja Dengan Imun Yang Terjaga Bersama Special Corporate Deals dari Imboost

Sudah lebih dari 6 bulan sejak kasus COVID-19 pertama kali ditemukan di Indonesia, namun masih belum ada tanda-tanda pandemi ini akan berakhir. Bahkan, penyebaran virus COVID-19 di Indonesia kembali mencatatkan rekor penambahan tertinggi pada 3 September lalu dengan total 3.622 kasus.

Pada Minggu (6/5) lalu, Jakarta menduduki posisi pertama dalam jumlah penambahan kasus positif yang paling banyak secara nasional. Dinas Kesehatan DKI Jakarta menyebut klaster perkantoran menjadi salah satu klaster terbesar untuk penularan Covid-19 di DKI Jakarta. Melihat kondisi ini, langkah seperti apa yang harus diambil oleh para decision maker di perusahaan-perusahaan atau perkantoran?

Tentunya di satu sisi, kegiatan di perusahaan tentunya harus tetap berjalan untuk menggerakkan roda perekonomian. Namun di sisi lain, dengan hadirnya klaster perkantoran ini, kesehatan karyawan juga perlu mendapat perhatian khusus dari stakeholder perusahaan.

Satu hal yang pasti, penerapan protokol kesehatan yang ketat di lingkungan kerja menjadi syarat mutlak untuk mencegah penyebaran di klaster perkantoran. Selain itu, penting bagi setiap orang memperhatikan pola makan dan kecukupan nutrisinya guna menjaga sistem imunitas tubuh. Menjaga imunitas tubuh juga bisa didukung dengan mengkonsumsi suplemen daya tahan tubuh.

Special Corporate Deals Imboost
Tetap Fokus Bekerja bersama Special Corporate Deals Imboost

PowerCommerce.Asia selaku B2B partner Soho Global Health menghadirkan penawaran spesial untuk company owners atau stakeholder perusahaan yang memiliki concern pada kesehatan karyawannya dan membutuhkan pasokan Imboost Suplement Daya Tahan Tubuh bagi seluruh karyawannya.

Mengkonsumsi suplemen daya tahan tubuh memang tidak serta merta menangkal penularan virus. Namun, daya tahan tubuh yang kuat ditambah penerapan protokol kesehatan yang ketat tentunya bisa membantu meminimalisir penyebaran virus COVID-19 saat ini. Pandemi ini tentunya tak akan menunjukkan tanda-tanda akan berakhir tanpa ada langkah-langkah kongkrit dari seluruh pihak.

Perusahaan Anda ingin mendapatkan Imboost Suplemen Daya Tahan Tubuh dalam jumlah besar? Dapatkan Special Corporate Deals disini. (PCA/Fahri)